Kolaborasi Toyota dan
Daihatsu, kembali menciptakan duet maut, seperti yang mereka lakukan
2003 silam. Setelah menjadi pionir di segmen Low MPV, keduanya dengan
mudah menguasai kelas LCGC 7-seater, yang sebelumnya hanya dihuni Datsun
GO+. Kali ini tidak hanya menyajikan harga murah yang menggiurkan
berbagai kalangan konsumen Indonesia. Mereka, lebih cerdik untuk meracik
sebuah kendaraan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
konsumen. Tidak lagi setengah hati memberi fitur dan teknologi. Mesin irit,
ground clearance tinggi dan muat 7 orang penumpang, kunci utama agar
dapat diterima pasar yang sudah pasti dipenuhi. Mereka sudah menyimpan
nilai lebih dari sisi image merek yang sangat tertanam di benak
konsumen. Dari faktor durabilitas dan reliabilitas produk, ditambah
layanan purnajual dan resale value, Toyota dan Daihatsu masih teratas.
Tak peduli fitur safety yang masih “perhitungan”, calon konsumen tetap
membeli. Yang penting mudah dirawat dan onderdil berlimpah. Semakin mahalnya harga Avanza-Xenia, butuh produk pengganti untuk
mengisi kekosongan di Rp 150 juta ke bawah. Mengambil momen Low Cost
Green Car (LCGC) sejak 2013 lalu, Toyota dan Daihatsu meneruskan
pengembangan Agya-Ayla menjadi duet baru, Calya dan Sigra. Meluncur di
GIIAS 2016, Calya dan Sigra langsung menghebohkan industri otomotif
Indonesia. Memiliki formulasi yang sama dengan Avanza dan Xenia, namun
dengan gimmick jauh lebih menarik, tak ayal menjadi ladang penjualan
baru bagi Toyota dan Daihatsu. Daihatsu Sigra ditawarkan dalam beragam varian yang terdiri dari 2
pilihan mesin dan transmisi. Total, Sigra memiliki pilihan 10 tipe dari 6
varian utama. Rentang harganya pun cukup luas, mulai dari termurah Rp
108,9 juta sampai Rp 149,65 juta (OTR Jabodetabek). Baru-baru ini, di
ajang GIIAS 2017, Daihatsu juga memperkenalkan Sigra edisi khusus 110
tahun Daihatsu. Dibandingkan dengan kompetitor seperti Datsun Go+ Panca, SIgra masih
menang di sisi fitur keselamatan karena adanya airbag untuk penumpang
depan. Interior tampak lebih sporty
dibanding Calya, karena didominasi warna hitam di jok. Dasbor mengadopsi
warna 2-tone, dengan perpaduan hitam dan silver di bagian tengah.
Modelnya sederhana dan mengutamakan ruang lega di area kaki. Terutama
dari posisi tuas transmisi yang terletak di center stack seperti
Daihatsu Gran Max dan Luxio. Sementara tuas parking brake tetap di
konsol tengah dengan bentuk yang tak lazim. Untuk posisi tuas transmisi
matik terasa nyaman dan pas, namun tuas transmisi manual posisinya
terlalu tinggi yang mudah membuat tangan pegal ketika sering berpindah
gigi. Kursi baris kedua dan ketiga, tampak normal layaknya mobil 7-seater
lainnya. Tersedia head rest dan seat belt dengan legroom dan headroom
cukup luas. Namun kursi pengemudi dan penumpang depan, tidak terlalu
ergonomis akibat penerapan headrest yang menyatu dengan jok. Posisi
sandaran kepala menjadi terlalu rendah bagi pengemudi berpostur tinggi. Headroom dan legroom di baris kedua berlimpah dengan fleksibilitas
tinggi karena dapat dimajumundurkan untuk menambah ruang kaki baris
ketiga. Akses ke belakang pun dipermudah sistem pelipatan 1-touch
tumble. Duduk di baris ketiga sudah pasti sempit untuk penumpang
berpostur tinggi. Fitur rear air circulator yang menggantikan peran
double blower, terasa efektif jika AC disetel dengan putaran angin
kencang. Sehingga udara dingin lebih banyak diisapkan dan diembuskan
kembali ke belakang. Namun kami merasa bagian fitur digarap sangat serius oleh Daihatsu.
Bahkan Sigra tipe tertinggi pantas diadu dengan Xenia. Sebut saja fitur
keselamatan dual airbags dan side impact beam sebagai pelindung tabrakan
dari samping. Anti-lock Brake System (ABS) juga ada, tapi hanya di tipe
matik. Sudah dilengkapi immobilizer dengan integrated remote key dan
terdapat sensor parkir. Bahkan tipe R Deluxe ditambahkan lagi sensor
parkir sudut depan yang semakin memudahkan kala parkir di tempat sempit.
Ruang penyimpanan berlimpah terutama jumlah cup holder. Head unit 2DIN memiliki fitur lengkap yang sudah pas untuk kebutuhan
umum. Selain itu, memiliki Multi Information Display (MID) dengan fungsi
konsumsi BBM rata-rata, range meter, trip meter, indikator bensin dan
jam. Adanya Eco Indicator sangat membantu pengemudi untuk menjaga
putaran mesin di titik efisiensi paling optimal. Tampak proporsional sebagai
MPV compact. Dengan desain bodi memanjang, tidak mengesankan bodi
hatchback yang dipanjangkan. Perbedaan dengan Toyota Calya, hanya dari
desain wajah depan saja. Terutama model grille dan rumah fog lamp.
Selebihnya sama. Identitas logo huruf S yang berarti Sigra, tampak lebih
menarik ketimbang logo burung Garuda milik Calya. Inilah yang membuat
penampilan Sigra sedikit lebih elegan dibanding Calya. Tipe Deluxe
mendapat hiasan krom di beberapa bagian, untuk memberi kesan mewah
dibanding tipe standarnya. Harus diakui, bantingan Sigra
tidaklah terasa ‘murahan’ seperti rata-rata mobil LCGC. Sangat berbeda
dari Ayla ataupun Agya, malah lebih nyaman ketimbang Xenia dan Avanza.
Konstruksi monokok (body on frame) merupakan faktor utama penunjang
kenyamanan, plus per yang tergolong amat empuk. Soal ini sering
diributkan mengenai amblasnya suspensi belakang jika diisi penuh
penumpang. Padahal, masih dalam taraf wajar. MPV mahal sekalipun juga
amblas jika diisi penuh. Justru menjadi kelebihan bagi Sigra yang membuktikan kenyamanan untuk
seluruh penumpang. Tidak keras dan memantul-mantul seperti Xenia, yang
pakai ladder frame. Format MacPherson strut di depan dan torsion axle
beam merupakan setelan standar MPV ataupun sedan entry level Toyota.
Kestabilan di kecepatan tinggi jelas lebih baik dibanding Avanza-Xenia.
Walau masih terasa limbung dan tidaklah menyenangkan.Overview SIGRA 2019
Interior & Fitur
Eksterior
Pengendalian & Pengendaraan
Mesin & Konsumsi BBM
Karakter mesin baru 3NR-VE 4-silinder berkapasitas 1,2-liter lebih mengutamakan efisiensi bahan bakar. Mesin NR Series yang dirakit di Karawang bersamaan dengan 1NR-VE dan 2NR-FE, memiliki kehalusan tinggi. Tentu saja karena jumlah silindernya ada empat, jauh lebih minim getaran dari mesin 3-silinder 1KR-VE di Agya dan Ayla. Namun patut dicatat, adopsi teknologi Dual VVT-i tidak serta merta menghasilkan performa yang lebih galak dibanding mesin 3-silinder. Tenaga 88 PS dan torsi 108 Nm justru tersalur lembut dan cenderung lemah terutama di putaran rendah. Penggunaan drive-by-wire menyumbang jeda cukup besar saat mulai beranjak jalan.
Transmisi otomatis konvensional 4-percepatan berasio halus, memberi banyak efek powerloss dan menambah kekosongan tenaga di rpm rendah. Perlu menunggu hingga 3.000 rpm untuk mengeluarkan torsi lebih kuat. Cukup untuk pemakaian perkotaan. Tapi bakal kesulitan jika menemui jalanan menanjak panjang. Transmisi manual lebih responsif, setidaknya lebih mudah mengatur putaran mesin yang diinginkan.
Akibatnya, pedal gas diinjak lebih dalam untuk mengail tenaga dan
torsi. Jika sering kali diperlakukan seperti itu, tentu saja konsumsi
bahan bakar menjadi boros. Tapi bila memperlakukan Sigra secara normal
dan sewajarnya, konsumsi bahan bakar dihasilkan sepadan dengan
spesifikasi dan performa mesin. Dari hasil pengetesan melalui MID,